MUNGKID – Festival Lima Gunung XXIII digelar pada 17-29 September 2024. Festival kesenian itu diprakarsai oleh Komunitas Lima Gunung dan bertempat di sejumlah titik. Saat ini, sudah ada 120 kelompok kesenian dari berbagai daerah yang akan mengikuti festival tersebut.
Ketua Komunitas Lima Gunung, Sujono menjelaskan, biasanya festival tersebut hanya digelar selama tiga hari. Namun, tahun ini berlangsung lebih dari tiga hari karena antusiasme peserta yang tinggi. Puncak kegiatan akan berlangsung pada 25 hingga 29 September 2024.Dia menyebut, ada sekitar 120 kelompok kesenian atau kurang lebih 2.000 orang yang berpartisipasi pada kegiatan tersebut.
“Ketika melihat pendaftar banyak, teman-teman minta dilaksanakan empat hari. Ternyata masih banyak yang mendaftar lagi. Sehingga kami adakan lima hari. Itu pun banyak kesenian yang kami tolak,” ujar Sujono, Selasa (17/9/2024).
Sujono mengatakan, 120-an kelompok kesenian itu berasal dari berbagai daerah, yakni Magelang, Purworejo, Wonosobo, Temanggung, Kebumen, Yogyakarta, Salatiga, Semarang, Malang, Bali, Indramayu, Cikampek, Jakarta, Lumajang, Bogor, dan Bulukumba. “Bahkan, ada kelompok kesenian dari luar negeri, seperti Malaysia dan Meksiko,” lanjutnya.
Festival itu mengusung tema Wolak Waliking Zaman Kelakone. Tema tersebut dipilih sebagai refleksi anggota komunitas terhadap peristiwa aktual yang dihadapi akhir-akhir ini. Termasuk pancaran proyeksi nilai-nilai untuk harapan lebih baik atas masa depan kehidupan manusia serta kondisi sosial lingkungan.
Festival tersebut diawali pada Selasa (17/9/2024) di Sanggar Dhom Sunthil di Dusun Warangan, Muneng Warangan, Pakis. Ada dua kelompok kesenian dari Kota Magelang yang menampilkan tariannya. Kemudian, pada Jumat (20/9/2024) ada diskusi berjudul Manuskrip Merapi-Merbabu di Studio Mendut.
Selanjutnya, pada Minggu (22/9/2024) ada pementasan wayang kulit dengan lakon Kumbokarna Mlebu Swarga. Lalu, pada Rabu (25/9/2024) ada pameran foto dari sejumlah wartawan dengan judul Rencang Lima Gunung Ring Setengah di Dusun Keron, Krogowanan, Sawangan.
Sujono menambahkan, berbagai pementasan akan dihadirkan dalam festival tersebut. Antara lain tari tradisional, tari modern, tari kontemporer, musik, kirab budaya, pidato kebudayaan, performa seni, pantomim, teater, hingga pagelaran wayang. Selain itu, sejumlah seniman juga akan membuat karya seni lukis secara on the spot di empat titik arena festival.
Panggung festival yang disiapkan memiliki luas 10 x 12 meter persegi dengan tinggi 70 cm. Sedangkan instalasi seni di Dusun Keron dikerjakan secara gotong royong oleh warga setempat sejak tiga bulan lalu. Warga pun antusias untuk mempersiapkan panggungnya.
Sementara bahan-bahan yang digunakan, lanjutnya, sama seperti pagelaran sebelumnya. Yakni dengan memanfaatkan bahan alami, seperti jerami, akar tembakau, jagung, dan lain-lain.
“Saat ini, proses pembuatan panggungnya sudah mencapai 80 persen,” terangnya.
Menariknya, panggung pementasan akan dilengkapi dengana aneka serangga. Termasuk 25 patung semut. Bahannya berasal dari anyaman bambu yang menjadi simbol kekhasan seniman petani Dusun Keron dalam kelompok Sanggar Saujana.
Tidak hanya itu, pada festival kali ini, para pegiat Komunitas Lima Gunung bersama jejaringnya mementaskan wayang orang dengan lakon Endang Werdiningsih. Penulis naskah dan sutradaranya adalah Sitras Anjilin.