Sunday 13 July 2025
Bank Rakyat Indonesia (BRI) yang diduga menjadi korban serangan ransomware. (Foto ilustrasi : lucasandrade)

gtrendnews.com Beberapa hari lalu, kabar mengejutkan muncul di dunia maya mengenai Bank Rakyat Indonesia (BRI) yang diduga menjadi korban serangan ransomware.

Kabar tersebut berawal dari unggahan akun @FalconFeedsio di X pada 18 Desember 2024 yang menyebutkan, “Ransomware Alert. Bank Rakyat Indonesia, has fallen victim to Bashe Ransomware” atau dalam bahasa Indonesia, “Peringatan Ransomware.

Bank Rakyat Indonesia, telah menjadi korban Bashe Ransomware.” Informasi ini langsung menarik perhatian banyak orang dan menimbulkan kecemasan, mengingat serangan siber yang semakin marak.

Namun, kebenaran klaim ini masih belum bisa dipastikan. Meski demikian, kabar tersebut membuat masyarakat semakin sadar tentang kelompok ransomware bernama Bashe, yang sebelumnya dikenal dengan nama APT73 atau Eraleig.

Kelompok hacker ini mulai dikenal pada 2024 dan telah menargetkan berbagai sektor di seluruh dunia, termasuk perbankan dan manufaktur. Mereka beroperasi dengan tujuan finansial dan sering kali menuntut tebusan dari pihak yang menjadi target mereka.

Menurut laporan, kelompok Bashe memberikan tenggat waktu untuk pembayaran tebusan kepada BRI pada 23 Desember 2024 pukul 16.00 WIB, sebesar 5 Bitcoin, atau sekitar Rp7,9 miliar.

Jika BRI tidak membayar, mereka mengancam akan menjual data yang berhasil mereka peroleh kepada pihak ketiga. Namun, tenggat waktu tersebut telah berlalu tanpa ada kabar lebih lanjut.

Pakar cybersecurity, Teguh Aprianto, yang juga merupakan pendiri Ethical Hacker Indonesia, merasa curiga dengan klaim ini. Ia mengungkapkan bahwa setelah tenggat waktu berakhir, data yang diklaim sebagai hasil dari serangan ransomware ternyata hanya berupa satu file Excel dengan 100 baris data yang dapat ditemukan di internet, tepatnya di situs Scribd dan PDFcoffee. Hal ini memunculkan keraguan tentang keaslian serangan tersebut.

Teguh Aprianto pun memberikan komentar lewat akun X-nya, menyebutkan bahwa kelompok Bashe ini merupakan “grup ransomware terkocak sepanjang masa” karena data yang mereka publikasikan ternyata bukan informasi yang berharga, melainkan informasi yang sudah tersebar sebelumnya.

Kabar serangan ransomware ini akhirnya dianggap hoaks oleh banyak orang, terutama karena layanan BRI seperti mobile banking tetap dapat diakses oleh nasabah selama isu ini viral. Dengan demikian, banyak yang beranggapan bahwa BRI tidak benar-benar menjadi korban serangan ransomware dari kelompok Bashe.

Kejadian ini mengingatkan kita untuk selalu berhati-hati dalam menerima informasi terkait serangan siber, terutama di era digital yang penuh dengan berita yang belum terverifikasi.

Please follow and like us:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *